Sabtu, 12 Juni 2010

PAKUJATI kedung belis: Yang kreatif dan produktif

PAKUJATI kedung belis: Yang kreatif dan produktif

Yang kreatif dan produktif

Ketika krisis ekonomi global melanda dunia tidak sedikit perusahaan dan pengusaha bertaraf internasional maupun regional yang kocar-kacir terkena dampaknya. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional Indonesia secara umum, da tak pelak masyarakatlah yang merasakan dampaknya.
Ditambah lagi situasi politik negara yang cendarung semakin memanas dan tidak karu-karuan sehingga amat sangat mempengaruhi iklim sosial, hukum dan perekonomian kita.
Nyaris tiada hari tanpa demonstrasi dan kerusuhan.
Legislatif, eksekutif dan yudikatif adalah tiga elemen pengelola negara yang semestinya berkewajiban membawa bangsa dan negara ini menuju ke arah yang lebih baik ke depan, namun nyatanya mereka justru saling bertengkar antar institusi.
Ujung-ujungnya rakyat kecil juga yang harus menjadi korban.
Nasib bangsa menjadi tidak begitu penting lagi karena masing-masing mereka para pengelola negara nampaknya lebih memikirkan nasib dan jabatanya sendiri-sendiri.
Lalu bagaimana nasib bangsa dan negara ini ke depan?

Pertanyaan diatas barangkali sesuatu yang penting tidak penting bagi sebagian masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.
Karena bagi masyarakat kecil ada persoalan yang sangat terlalu besar dan lebih penting yang harus difikirkan ketimbang membahas soal politik yang tidak karuan juntrungnya, yaitu urusan perut.

Nah, bicara soal urusan perut, saya jadi teringat pak Rajad tetangga sebelah rumah yang memiliki peternakan ikan lele.
Namun disini saya tidak akan membahas soal perut pak Rajad, melainkan saya ingin bercerita mengenai perut ikan lele yang seakan-akan tidak pernah mengenal kenyang.
Baik pagi siang maupun sore selalu saja berebut makan. Sangat rakus.
Pak Rajad pun sepertinya paham betul akan hal ini, sehingga tanpa mengenal lelah ia bersedia mengumpulkan ayam-ayam mati dari peternakan-peternakan ayam petelur yang memang terdapat banyak di sekitar rumahnya.
Pak Rajad yang memiliki dua lahan kolam yang masing-masing kolam beruuran 5 X 3 berisi 7000 ekor ikan lele memang sangat kerepotan soal pengadaan pakan.
Untuk mencukupi kebutuhan pakan bagi 14.000 ekor ikan lele pak Rajad harus menyediakan sedikitnya 10 ekor ayam mati setiap hari. Ayam-ayam tersebut harus dibakar terlebih dahulu agar supaya dagingnya mudah hancur dan lunak dikonsumsi ikan-ikan lele.
Dan sebagai nutrisi tambahan sekaligus untuk mengantisipasi apabila tidak tersedia ayam-ayam mati, pak Rajad juga mengumpulkan belatung-balatung kotoran ayam, minimal setiap hari harus tersedia 3 ember besar belatung.

Namun dibalik kerepotan itu ternyata menyimpan sebuah harapan besar saatnya ikan-ikan lele dipanen.
Sekarang mari kita coba hitung-hitungan untung ruginya beternak ikan lele.
Satu ekor benih ikan lele ukuran 5cm seharga rp.150 X 14.000 ekor = rp. 2.100.000.
Proses pemeliharaan memerlukan waktu selama 3 bulan sampai masa panen.
Taruhlah angka kematian mencapai 3000 ekor (prediksi maksimal)
Berarti ikan lele yang tersisa tinggal 11.000 ekor.
Harga jual rp. 9000 / kg, setiap kg berisi 12 ekor ikan lele ukuran standard lengan bayi.
Berarti hasil panen pak Rajad kali ini mencapai 1 ton X rp. 9000 = 9.000.000
Setelah dipotong biaya membeli benih lele sebesar rp. 2.100.000 maka tersisa uang sebanyak rp. 6.900.000 yang merupakan keuntungan bagi pak Rajad selama 3 bulan.

Tentu saja angka yang lumayan besar untuk ukuran petani desa.
Apalagi disaat situasi perekonomioan sedang tidak stabil sedangkan tuntutan biaya hidup semakin meningkat, orang di tuntut bekerja lebih keras dan lebih produktif demi meningkatkan penghasilan.

Pak Rajad adalah contoh petani desa yang kreatif dan produktif, yang secara naluriah tergerak untuk membuka usaha budi daya ternak ikan lele sebagai usaha tambahan disamping pekerjaanya sebagai petani ladang dan kebun.
Mungkin kita perlu mengapresiasi usaha pak Rajad ini sebagai satu langkah / kiat jitu dalam menyikapi kondisi krisis imbas dari masalah perekonomian global.
Mengingat budi daya ternak ilan lele termasuk relatif mudah, selain tahan penyakit ikan lele juga tidak terlalu butuh penanganan yang rumit sebagaimana ikan gurameh, nila , mujahir dan sejenisnya.
Disamping itu juga proses penjualanya yang sangat gampang serta pengadaan benihnya juga mudah, sehingga siapapun sekiranya dapat mencobanya.

Bagi siapa yang berminat belajar cara beternak ikan lele dapat mendatangi lokasi peternakan pak Rajad yang beralamat di dusun karang bawang desa Pakujati.
Tepatnya pertigaan Cangkaraun indah.
Dengan senang hati pak Rajad akan berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai budi daya ikan lele.
Semoga sukses pak Rajad, amin'

Rabu, 09 Juni 2010

ku temukan sesuatu saat melukis

Berkutat dengan cat minyak kuas dan kanvas ternyata bukan cuma sekedar menuangkan inspirasi ataupun imajinasi. Lebih dari itu, ketika menemukan tingkat-tingkat kesulitan yang menuntut kemampuan teknis maupun improvisasi, disana kita akan merasakan dan menyelami bagaimana kerasnya perjuangan menaklukan kesulitan-kesulitan tersebut, dan sekaligus kita dapat belajar menghayati sensasi nikmat kepuasan tatkala berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada.

Dalam melukis, ketepatan mengkomposisi warna amat sangat penting, disamping keakuratan mensket objek lukisann juga tidak kalah pentingnya. maka dari itu pemikiran stereotip yang mamandang sebuah objek lukisan hanya dari satu sisi saja tidak akan berlaku dalam dunia melukis.
Begitu juga detail-detail kecil dan sederhana yang sekilas kadang nampak kurang perlu diperhatikan / kurang penting untuk disentuh padahal justru detail-detail itulah faktor penting yang mendukung terciptanya lukisan berkarakter.
Contoh misal objek lukisan batang pohon berwarna coklat, apabila kita hanya menyapukan warna coklat saja maka ia hanya akan menjadi lukisan batang pohon tanpa karakter dan tanpa dimensi.
Artinya, toleransi untuk melibatkan banyak warna-warna lain sangat mutlak diperlukan untuk mendukung keberadaan warna coklat agar memiliki karakter dan dimensi.

Tak ubahnya dengan proses berkehidupan.
Mungkin sangat berlebihan jika dikatakan melukis butuh kecerdasan.
Tapi yang pasti melukis butuh pamahaman dan pemikiran yang luas tanpa batas, selain juga butuh kesabaran, keuletan dan keberanian berimprovisasi serta toleransi yang tinggi.

Pemikiran stereotip yang memandang hidup hanya dari kacamata hitam putih, baik buruk, benar dan salah saja niscaya tidak akan menghasilkan/ menciptakan situasi dan kondisi kehidupan yang harmonis dan estetik.
Karena ibarat sebuah lukisan, keindahan hanya tampil dari akurasi komposisi warna dan sketsa yang proporsionaldan harmonis, harmonisasi hanya lahir dari toleransi.

Artinya, saya hanya ingin mengatakan bahwa banyak hal yang dapat kita peroleh dari selama proses melukis.
Bahkan melukis sama halnya dengan meditasi, merupakan sarana perenungan.
Hanya bedanya, melukis adalah bentuk meditasi yang aktif secara ragawi.

Marilah kita coba dan berupaya mengimplementasikan sikap dan pemikiran toleran kedalam realitas kehidupan sehari-hari agar tercipta satu kehidupan manusia yang harmonis dan sarat akan nilai-nilai estetika dan kemanusiaan.
Buka selebar-lebarnya hati dan pemikiran dalam menyikapi setiap objek permasalahan, jangan biarkan terpenjara dalam dikotomi-dikotomi / pengkotak-kotakan.
Hidup ini terlampau luas jika harus disikapi dan dipahami secara sempit dan dangkal.
Hidup ini indah, sayang jika harus rusak dan binasa oleh faham-faham pongah yang mengibarkan bendera kebencian dan permusuhan.
Kita adalah manusia yang harus berfikir dan bertindak selayaknya manusia, beadab dan berbudaya.
bukan sebaliknya.


Karangbawang 8 june 2010